Kamis, 01 Januari 2015

ACARA II
PENGUKURAN LONGITUDINAL FAKTOR FISIKA KIMIA KUNCI DI SEGARA ANAKAN






Disusun oleh:

Nama                       : Dyan Nurlina
NIM                        : H1K013016
Kelompok                : 2 (dua)
Asisten                     : Jamaludin







JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO
2014






I.             PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Segara Anakan merupakan suatu laguna semi tertutup yang terhalang oleh Pulau Nusakambangan dan dikelilingi oleh muara sungai dimana kondisinya secara terus menerus mengalami penurunan lingkungan. (Pamungkas, 2003).  Perairan laguna berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas yang tinggi dapat bercampur dengan dengan air tawar, menjadikan wilayah ini unik dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktusasi. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas perairan dimana produktivitas estuari lebih tinggi (1500 g/m2/th) di banding produktivitas ekosistem laut lepas (125 g/m2 /th) dan perairan tawar yang biasanya hanya berkisar 400 g/m2 /th (Sukamto dan I. Purnamanintyas, 2013).
Faktor  fisika kimia merupakan suatu faktor yang menentukan distribusi dari biota air (Odum, 1971). Parameter-parameter fisika dan kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air antara lain salinitas. Salinitas merupakan parameter penting dalam iklim maupun studi oseanografi. Pada saat ini kesedian data salinitas air laut masih sangat terbatas. (Najid, 2012).
Salinitas sangat bervariasi bila dibandingkan hasil penelitian. (Siregar et al., 2006), karena salinitas di perairan laguna ini merupakan hasil keseimbangan antara debit air tawar dari bagian hulu dengan pasang surut air laut. Salinitas di perairan ini berkisar antara 0,2-12,4 ‰ dengan rata-rata 2,3 ‰ (tahun 2010), dan 0,5-25,1 ‰ dengan rata-rata 8,1 ‰ (tahun 2011); serta kecerahan berkisar antara 25-140 cm dengan ratarata 59,8 cm (tahun 2010), 20-120 cm dengan ratarata 64,3 cm (tahun 2011). Akan tetapi faktor yang paling mempengaruhi perubahan pola salinitas adalah pasang surut air laut. Tempat yang memiliki perbedaan pasang surut yang cukup besar, pasang naik mendorong air laut lebih jauh ke hulu estuarin, menggeser isohalin ke hulu sehingga air bersalinitas maksimum (Dahuri, 2003).
1.2         Tujuan
Mengetahui pola longitudinal faktor fisika-kimia kunci di Segara Anakan.




II.          MATERI DAN METODE
2.1     Materi
2.1.1  Alat
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu hand refraktometer atau Conductivity (alat pengukur salinitas) 1 unit, tali, botol akuades, tisu dan stopwatch.
2.1.2  Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu air Segara Anakan dan akuades secukupnya
2.2     Metode
Ambil air sampel dengan botol yang di ikat tali

 
 


                                                                 
Diukur pada bagian sensor hand refractometer dengan tisu beberapa tetes
beberapa tetes


 
 



                       
Hand refraktometer  di arahkan pada datangnnya cahaya matahari


 
Amati dan Lihat angka yang muncul



 
Hand refraktometer  setiap akan di gunakan dikalibrasi dengan aquades


 
Catat data secara berulang setiap15 menit sekali.



 
 











2.3     Waktu dan Tempat
Praktikum Ekologi Perairan ini dilaksanakan pada hari Jumat dan sabtu, tanggal 7-8 November  2014 di Segara Anakan.




III.       HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1     Hasil
Tabel 1. Data salinitas kelompok 1dan 2
No.
Waktu (menit)
Salinitas (ppt)
1
15 menit ke- 1
28
2
15 menit ke- 2
25
3
15 menit ke- 3
25
4
15 menit ke- 4
22
5
15 menit ke- 5
23
6
15 menit ke- 6
21
7
15 menit ke- 7
22
8
15 menit ke- 8
22
9
15 menit ke- 9
24

3.2     Pembahasan
Pola longitudinal adalah pola memanjang dari bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Pola ini digunakan di suatu perairan yang mengalir seperti sungai dan berfungsi untuk mengetahui perubahan faktor fisika kimia suatu lingkungan perairan dan mengetahui organisme yang hidup di perairan tersebut. Distribusi longitudinal terjadi dimana kemiringan tidak jauh berbeda dari hulu ke hilir. Perubahan longitudinal yang  jelas berhubungan dengan perubahan yang sangat terlihat yaitu suhu, kecepatan arus dan pH (Odum, 1996).

Gambar 1. Diagram Pengamatan Salinitas di Perairan Segara Anakan
Pada praktikum didapatkan pola longitudinal di segara anakan yang bervariasi. Pengamatan dalam pengambilan data dilakukan setiap 15 menit dan dilakukan selama 135 menit atau setara dengan 2 jam 15 menit secara bergantian setiap 15 menit antara kelompok 1 dan 2. Pengambilan data pada 15 menit ke-1 berada pada salinitas 28 ppt atau tidak terjadi stratifikasi yang berarti pada jalur air yang di lalui perahu. Adanya stratifikasi salinitas pada setiap tempat sangat mempengaruhi terhadap produktivitas perairan (Sukamto dan I. Purnamanintyas, 2013). Pada 15 menit ke-2 dan ke-3 mengalami penurunan dari 28 ppt menjadi 25 ppt, 15 menit ke-4 lebih menurun dari 15 menit ke-1 yaitu dari 28 ppt menjadi 22 ppt, 15 menit ke-5 terjadi kenaikan dari 22 ppt menjadi 23 ppt, 15 menit ke-6 mengalami penurunan kembali dari 23 ppt menjadi 21, 15 menit ke-7 dan ke-8 mengalami kenaikan dari 21 ppt menjadi 22 ppt, 15 menit ke 9 yang terakhir mengalami kenaikan salinitas dari 22 ppt  menjadi 24 ppt. Dalam pengukuran sampel dengan hand rafractometer sangat rentan terhadap kesalahan data, tingkat ketelitian dalam menggunakan alat tersebut sangat di perlukan karena dari hasil praktikum yang kami lakukan, data yang dihasilkan oleh setiap individu berbeda pendapat. Hal tersebut di karenakan salinitas di perairan laguna ini merupakan hasil keseimbangan antara debit air tawar dari bagian hulu dengan pasang surut air laut (Siregar et al., 2006). Menurut (Armita, 2011) faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dan perubahan salinitas yang terjadi pada suatu perairan disebabkan oleh adanya penguapan, curah hujan, Air sungai, letak dan ukuran laut, arus laut, angin dan kelembapan udara yang berpengaruh di atasnya.
Referensi lain mengatakan, salinitas pada air muara sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada saat pasang, salinitas di daerah muara naik akibat air di muara sungai bercampur dengan air laut, sedangkan pada saat surut, salinitas muara sungai rendah akibat air di muara sungai didominasi air tawar (Hutabarat dan Evans, 1997). Berdasarkan Penelitian tentang salinitas bahwa semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi pula tekanan osmosis pada tubuh biota terhadap lingkungannya, maka semakin besar pula energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri. Salinitas di estuarin mempunyai kestabilan yang relatif tinggi, yang berkisar 34 ppt - 35 ppt (Odum, 1971).


VI.           KESIMPULAN DAN SARAN
4.1     Kesimpulan
            Dari hasil praktikum yang telah dilaksankan. Dapat di tarik kesimpulan bahwa pola longitudinal faktor fisika kimia kunci di Segara Anakan memiliki pola yang bervariasi. Rata-rata salinitas yang ada pada perairan segara anakan yakni 27 ppt atau berada di bawah standar salinitas perairan pesisir yakni 28-35 ppt. Faktor kunci fisika kimia di segara anakan adalah penguapan, curah hujan, Air sungai, letak dan ukuran laut, arus laut, angin dan kelembapan udara yang berpengaruh di atasnya.
4.2     Saran
Pengukuran sampel dengan menggunakan hand refractometer sebaiknya dilakukan dengan teliti agar data yang di dapatkan akurat, dalam menggunakan alat diharapkan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan, diperlukan kerjasama yang baik antar kelompok  agar praktikum berjalan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA
Armita, Dewi. 2011. Analisis perbandingan kualitas air di daerah budidaya rumput laut dengan daerah daerah tidak ada budidaya rumput laut di dusun malelaya, desa punaga, kecamatan mangarabombang, kabupaten takalar. Skripsi. Program Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dahuri, Rohmin. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan, Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. (Rohmin Dahuri I).

Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1985.Penghantar Oseanografi. Universitas Indonesia, Jakarta. 159 hal

Najid, Ahmad. 2012. Pola Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Di Perairan Utara Jawa-Madura. Maspari Journal, 2012, 4 (2). 168-177.

Odum, E.P.1996. Dasar-Dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Thahmosamingan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Thirth Edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia and London. 546 p.
Pamungkas, O. 2003. Struktur dan Komposisi Hutan Mangrove di Segara Anakan Cilacap.Laporan Penelitian. FPIK-Ilmu Kelautan Undip.
Siregar, A.S., E. Hilmi, & P. Sukardi, 2006. Pola Sebaran kualitas air di laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap. Sains Akuatik 10 (2): 127-133
Sukamto dan Purnamanintyas, Dyah Ika, 2013. Pengoprasian Alat  Tangkap Jaring Apong Di Segara Anakan Cilacap (Jawa Tengah). BTL., 11 (1). 5-8.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar